Minggu, 01 Juli 2012

KPK oh KPK



Polemik Gedung KPK
By:
Firman Jamal
(Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UIN Alauddin Makassar)



            Kisruh politik di Indonesia kembali memanas, hal ini dipicu oleh pengadaan gedung baru KPK yang belum dikabulkan oleh komisi III DPR. Kondisi ini semakin dilematis karena berbagai macam elemen masyarakat bersatu  untuk mengumpulkan dana untuk membantu pembangunan gedung baru sebagai impact atas tindakan tak pasti DPR namun di sisi lain DPR juga beralasan bahwa menentukan pengucuran dana tidak dapat dilakukan begitu saja, harus ada prosesi yang harus dilalui berdasarkan konstitusi yang berlaku. Salah satunya adalah meminta kepada KPK untuk mencari gedung milik negara yang sudah tidak terpakai untuk direnovasi.
            Kita tidak akan membahas apakah KPK sudah menemukan gedung yang dimaksud namun kita akan merambah kepada ranah yang lebih spesifik yaitu adanya kesatuan masyarakat dari berbagai elemen yang bereaksi secara langsung akan kisruh ini. Munculnya ikon ikon “Koin KPK untuk Reformasi” dan sejenisnya mengingatkan kita akan tragedy ibu prita. Di saat pemerintah sudah tak acuh menangani hukum di negeri sendiri maka muncullah suara hati rakyat yang tergerak secara alamiah.
            Ini tentunya merupakan pukulan telak terhadap pemerintah utamanya DPR yang selalu mengusung statement “penyambung aspirasi masyarakat” dimana perannya sudah dianggap pesimistis oleh rakyat bahkan rating tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah kalah jauh di bawah KPK yang kinerjanya lebih banyak membuahkan hasil yang memuaskan rakyat yang haus akan keadilan.
            Statement di atas bukanlah isapan jempo semata. Hal ini terbukti dari effort KPK yang berhasil membongkar kasus korupsi dan membuang para tersangka ke dalam jeruji besi. Tidak tanggung tanggung bahwa uang Negara yang berhasil di usut tuntas dari setiap kasus sudah tak terhitung lagi jumlahnya, nah ada hasil kan? Tentu kita sebagai mahluk berlogika sudah jelas mengatakan ada hasil.
Dan sekarang mari kita bandingkan dengan kegiatan yang selama ini rutin terjadi di kalangan pemerintahan terutama DPR. Kali ini main topic akan mengarah pada “Study Banding ke Luar Negeri”. Para pembaca sudah sering mendengar pernyataan yang mengaung di telinga anda tentang keberangkatan para anggota dewan ke luar negeri. Dari segi kontekstualnya study banding berarti belajar dan membandingkan situasi dan kondisi yang ada di Negara sang visitor dengan Negara yang dituju. Sekilas memang pada titik ini pada awalnya kita akan beranggapan akan ada perubahan besar setelah study ini selesai. Namun kenyataan sungguh di luar dugaan terkait temuan dari berbagai kalangan, dimulai dari dana yang dikucurkan tidak tanggung tangung mencapai ratusan bahkan miliaran rupiah dan juga tindak tanduk para utusan yang tidak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan misalnya porsi waktu untuk study seharusnya lebih banyak dan lebih focus pada inti permasalahan akan tetapi malah menjadi pilihan kedua setelah pilihan pertama yaitu travelling. Belum lagi setelah kembali dari dari tugas mulia tersebut, tidak ada konferensi pers, tindak lanjut dari study bahkan pelaporan kepada rakyat yang menaruh harapan besar kepada mereka terhadap apa hasil yang telah mereka teliti di luar negeri. Silahkan pembaca menjawab sendiri, apakah ada hasil nyata dari study banding anggota DPR?
Dari fenomena tersebut, saya dapat menyimpulkan bahwa “tindakan nyata dan signifikan lah yang dapat merengkuh tindakan partisipatif publik”. Dalam kasus ini KPK tentu lebih unggul dari segi partisipatif public daripada DPR. Secara nyata dapat terlihat dari suara kecil dari perkumpulan PKL yang ikut mendeklarasikan diri membantu realisasi gedung baru KPK mengatakan bahwa “Dari hati rakyat kecil kami ingin membantu KPK untuk menyelamatkan Indonesia di masa depan”. Ada yang unik dari hal tersebut yaitu keselamatan Negara sudah disandarkan kepada KPK dan bukan lagi kepada pemerintah dan wajar jika kita bertanya bahwa peran pemerintah di mata masyarakat apakah sudah tidak berarti lagi? Wallahu a’lam.
Medan perang perpolitikan di antara keduanya sepertinya lebih menguntungkan KPK dan di sisi lain kredibilitas institusi pemerintah yang mulai menurun ditambah lagi dengan semakin digantungnya pengadaan gedung baru KPK yang sedari tahun 2008 telah diusulkan pengadaannya namun 4 tahun telah berlalu akan tetapi  belum ada keputusan dari komisi III DPR. Sangat jelas bahwa situasi ini membuat posisi pemerintah terhadap kepercayaan masyarakat berada di ujung tanduk. Untuk memperbaiki situasi ini pemerintah tidak punya pilihan lain selain mengetuk palu pertanda pengadaan gedung baru KPK siap terealisasi dan semoga pengucuran dana selanjutnya pemerintah lebih focus pada peningkatan SDM dan infrastruktur Negara yang lebih membutuhkan baik yang terikat maupun independen. Kita juga sangat berharap adanya kesadaran dari setiap pemegang tampuk kekuasaan untuk tetap mendahulukan kewajibannya sebagai wakil rakyat untuk Indonesia yang lebih baik.