Selamat
pagi dunia
Kata kata yang sering ku ucapkan di awal ku
terbangun dalam tidurku. Segera ku ambil air wudhu untuk melaksanakan
kewajibanku sebagai seorang muslim walaupun dalam kesehariannya masih agak
bolong bolong dalam pelaksanaannya, maklumlah baru 1 minggu ini habis dapat
pencerahan entah dari mana. Selesai shalat kuperhatikan berbagai macam hal hal
yang menempel di sudut rumahku yang sederhana dan tersenyum seraya berdoa “ ya
allah terima kasih atas anugerah dan keluarga yang engkau berikan kepadaku.
Jagalah mereka di setiap bangun dan tidurnya dan di setiap perjalanan hidupnya.
Amin”. Sembari kututupkan tangan pada wajahku tanda sebagai pengakhiran doa ku.
Seperti biasa tiap pagi merupakan hari rapat
nasional eitts bukan berarti rapat yang dilakukan seperti yang ada dalam
persepsi banyak manusia namun yang ku maksud adalah pembicaraan secara kecil
kecilan sambil menikmati teh hangat dan gorengan buatan etta1ku (ibu)
belum lagi kedua saudariku yang imut saling bergantian berkejaran membuat pagi
hari makin gaduh namun tetta2 (ayah) tidak terlalu menghiraukannya bahkan
malah terfokus pada televisi layar 21 inch di depannya yang memuat berita
berita yang itu itu saja. Perampokan, pencurian, kerusuhan, pembunuhan bahkan
korupsi. Seringkali ku berkomentar kenapa pemberitaan cuman itu terus, yah
walaupun saya bukan pengamat criminal tapi malah saya merasa pemberitaan
seperti itu malah menambah intensitas orang lain untuk berbuat hal yang sama.
Seringkali ku berdebat dengan tettaku jika ada
persoalan di media yang agak pelik. Dia menganggap bahwa persoalan khusus
seperti korupsi maupun terorisme merupakan kesalahan dari individu itu sendiri
namun saya juga kukuh mengatakan kalau itu bersumber dari sistem yang terjadi
di pemerintahan, hemm sebenarnya inti akhirnya tetap sama sih karena dari
sistem itu sehingga mempengaruhi individu untuk berbuat miring namun entah kenapa didorong oleh ego masing masing
membuat kami tidak ada yang mengalah.
………………………………………………….
Lega…. Desahan yang kulakukan setelah meneguk
segelas es teh yang terhidang di depanku, sungguh nikmat apalagi diminum pas
dalam suasana tubuh penuh peluh dan keringat sehabis dari ladang persawahan
memanen padi secara manual. Yaa manual cuman itu yang setidaknya kami lakukan
untuk menyelamatkan lahan kami dari kerusakan karena bos dari pihak mobil
passangki3 (mobil pengolah padi menjadi gabah) tidak memperkenankannya untuk mengerjakan sawah kami, ya
Tuan Eris itulah namanya dan itu terjadi karena tettaku tidak ingin tunduk pada
kebijakan sepihak yang langsung diambil oleh dia karena tettaku dengan tegas
melawan kesewenang wenangan itu. Memang yang mengatur pengairan adalah Tuan Eris
dan konco konconya namun keluargaku juga membuat sebuah pompa untuk pengairan
yang digunakan untuk mengairi sawah kami dan sawah H. Edu’. Makanya itu
keluarga kami berdua begitu di benci oleh tuan takur tersebut.
Peristiwa itu awalnya terjadi ketika masa panen dua
tahun sebelumnya. Pada saat itu gabah 1 karung dari lahan kami di ambil secara
langsung dengan dalih sebagai bayaran dari pengairan pompa nya tapi kami merasa
tidak sesuai karena pengairan yang masuk ke ladang kami Cuma terjadi sekali
karena tettaku langsung mengambil inisiatif untuk membeli pompa sendiri dengan
harapan hal tersebut tidak terulang untuk kedua kalinya dan gayung pun tidak
bersambut sekali lagi pada panen selanjutnya gabah sekarung pun di ambil dengan
alasan yang sama tapi yah maklulah sebagai orang kecil keluarga kami tidak bisa
apa apa selain hanya tetap mempertahankan harga diri dengan tidak lagi
berurusan dalam hal apapun dengan dia.
Memang sudah jadi rahasia umum bahwa perangai tuan
takur yang biasa di bilang penguasa di kampungku ini menjadi sangat terkenal
namun didiamkan aja karena efek rasa takut atau penghambaan kalangan kelas
bawah kepada kalangan berada. Hahaha seringkali kutertawa sendiri memikirkan
bahwa sistem monopoli usaha dan social malah terjadi di kampungku sendiri tanpa
bisa kutentang sama sekali bahkan hal seperti ini sering kuperjuangkan di ibukota
sebagai mahasiswa. Sebagai masyarakat yang setidaknya rata rata memiliki rasio
tingkat pendidikan yang tinggi namun kritisisme social masih dimiliki oleh
segelintir orang saja.
Persoalan ini walaupun pelik namun tidak terlalu
diambil pusing karena teringat akan kata kata teman tetta bahwa jika hal
tersebut terus dipermasalahkan maka hanya akan menjadi duri dalam daging yaitu
menjadi persoalan yang tiada henti hentinya. Bukankah falsafah manusia itu
adalah berusaha untuk berkembang dan terus berkembang ke arah yang lebih baik
dan sebaiknya isi diri dengan berbagai aktivitas yang bermanfaat. Pesan moral yang
saya kira cukup mengubah hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar