Selasa, 02 Oktober 2012

Menunggu Matinya HAM di Kamboja


     Hii.. blog ku ini bercerita tentang  sebuah tindakan pengebirian hak hak asasi manusia yang terinspirasi dari salah satu artikel  situs Voa Indonesia  tertanggal 02 oktober 2012 yang terjadi di pnhom penh , Kamboja. Sebenarnya apa yang terjadi di kamboja ini? Ada apa dengan pemerintah kamboja sehingga para aktivis pembela hak hak milik tanah ditangkap? Untuk menjawabnya saya akan sedikit menginformasikan tentang Negara ini.
     Kamboja adalah sebuah Negara berbentuk monarki konstitusional di asia tenggara yang merupakan penerus kekaisaran khmer yang pernah menguasai semenanjung Indochina antara abad 11 sampai ke 14. Namun dulunya Negara ini pernah bergejolak dengan perang yang terjadi antara kerajaan thai dan khmer yang dimenangkan oleh kerajaan thai namun berhasil direbut kembali oleh kerajaan khmer dengan bantuan dari prancis dan dimulailah era baru dengan berkuasanya rezim khmer merah. Pada tahun 1975 rezim khmer merah melarang kepemilikan tanah di kamboja yaitu penghapusan hak hak individu atas tanah mereka walaupun sebagian mendapat kompensasi namun relokasi dari warga ini dipindahkan ke tempat yang kumuh yang minim sarana dan fasilitas yang jauh dari kadar higienis. Penghapusan hak milik ini ditujukan untuk pembangunan gedung dan agribisnis
     Dalam tulisan ini secara pribadi sangat prihatin terhadap seorang pengkritik kebijakan pemerintah yang ditangkap dengan tuduhan menciptakan isu pemberontakan atas Negara. Yap pasti teman teman penasaran siapa orang yang saya maksud tersebut. Dia adalah Mam Sonando, seorang pemimpin salah satu stasiun radio independen beehive. Peristiwa ini terjadi karena pemerintahan kamboja menganggap bahwa apa yang disiarkan oleh Mam Sonando mengandung unsur hasutan kepada penduduk desa untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah.
    Namun yang paling mengherankan adalah penjatuhan hukuman kepada Mam yang dilakukan oleh pengadilan phnom penh dirasa sangat memberatkan yaitu 20 tahun penjara. Saya bukanlah aktivis HAM tapi jika sudah mencapai taraf seperti ini maka saya pun dengan lantang akan bersuara bahwa ini adalah suatu pelangaran HAM berat terhadap kebebasan berekspresi manusia terhadap hak hak untuk menyuarakan aspirasi terhadap negara. Walaupun Mam sudah mengatakan pembelaannya namun itu tak membuat pengadilan bergeming dan tetap menjatuhkan vonis itu pada hari senin 1 oktober 2012
Salah satu daerah yang menjadi sengketa adalah Dey Krahorm yang dulunya merupakan pusat komunitas seni di kamboja, akan tetapi pemerintah kota menjual lahan ini kepada para perusahaan pengembang  untuk menanamkan modal, maka dimulailah tragedi penggusuran dan perampasan hak kepemilikan tanah secara sepihak. Jika ditilik lebih jauh maka sistem ini tak ubahnya seperti sistem imperialism dan kapitalisme.
Apakah ada unsure politik? Pemikiran kita setidaknya sama bahwa dalam perlakuan seperti ini dapat dipastikan bahwa memang ada unsure politik didalamnya. Pemerintah kamboja seakan akan ingin membungkam mulut para aktivis yang mencoba membela hak hak pemilik tanah atas perampasan kepemilikan tanah warga secara sepihak entah apa motifnya dan di lain pihak sekiranya pemerintah kamboja juga takut pada setiap aksi massa berikut pemicunya. Yah mungkin saja, karena menurut dalam buku ” tan malaka” bahwa untuk merubah suatu sistem pemerintahan yang feudal dan tidak memperolah kepercayaan lagi dari masyarakat maka alternative untuk meruntuhkannya hanya melalui konsentrasi massa. Setidaknya pemerintah kamboja menyadari bahwa sebuah tindakan yang dapat memicu aksi massa adalah sangat berbahaya bagi kekekalan parlemen sebuah Negara. Maka dari itu, segala upaya untuk menghindari terjadinya protes perlawanan massal menjadi sangat dilarang dan diupayakan perilaku sepreventif mungkin untuk menghalangi timbulanya gerakan massa.
       Dari beberapa laporan oleh para aktivis bahwa pemerintah kamboja melakukan tindakan pengusiran secara besar besaran dengan berbagai cara untuk menghentikan laju protes para aktivis dalam menentang perampasan hak hak kepemilikan tanah yang secara umumnya dilakukan dengan jalan kekerasan bahkan seringkali berakhir dengan kematian dan pada umumnya kasus kasus seperti ini terkesan ditutup tutupi dan dimanipulasi sedemikian rupa sehingga penyelesaian kasus terkesan mengada ada.

Suara Sumbang


Selamat pagi dunia
Kata kata yang sering ku ucapkan di awal ku terbangun dalam tidurku. Segera ku ambil air wudhu untuk melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim walaupun dalam kesehariannya masih agak bolong bolong dalam pelaksanaannya, maklumlah baru 1 minggu ini habis dapat pencerahan entah dari mana. Selesai shalat kuperhatikan berbagai macam hal hal yang menempel di sudut rumahku yang sederhana dan tersenyum seraya berdoa “ ya allah terima kasih atas anugerah dan keluarga yang engkau berikan kepadaku. Jagalah mereka di setiap bangun dan tidurnya dan di setiap perjalanan hidupnya. Amin”. Sembari kututupkan tangan pada wajahku tanda sebagai pengakhiran doa ku.
Seperti biasa tiap pagi merupakan hari rapat nasional eitts bukan berarti rapat yang dilakukan seperti yang ada dalam persepsi banyak manusia namun yang ku maksud adalah pembicaraan secara kecil kecilan sambil menikmati teh hangat dan gorengan buatan etta1ku (ibu) belum lagi kedua saudariku yang imut saling bergantian berkejaran membuat pagi hari makin gaduh namun tetta2 (ayah) tidak terlalu menghiraukannya bahkan malah terfokus pada televisi layar 21 inch di depannya yang memuat berita berita yang itu itu saja. Perampokan, pencurian, kerusuhan, pembunuhan bahkan korupsi. Seringkali ku berkomentar kenapa pemberitaan cuman itu terus, yah walaupun saya bukan pengamat criminal tapi malah saya merasa pemberitaan seperti itu malah menambah intensitas orang lain untuk berbuat hal yang sama.
Seringkali ku berdebat dengan tettaku jika ada persoalan di media yang agak pelik. Dia menganggap bahwa persoalan khusus seperti korupsi maupun terorisme merupakan kesalahan dari individu itu sendiri namun saya juga kukuh mengatakan kalau itu bersumber dari sistem yang terjadi di pemerintahan, hemm sebenarnya inti akhirnya tetap sama sih karena dari sistem itu sehingga mempengaruhi individu untuk berbuat miring namun  entah kenapa didorong oleh ego masing masing membuat kami tidak ada yang mengalah.
………………………………………………….
Lega…. Desahan yang kulakukan setelah meneguk segelas es teh yang terhidang di depanku, sungguh nikmat apalagi diminum pas dalam suasana tubuh penuh peluh dan keringat sehabis dari ladang persawahan memanen padi secara manual. Yaa manual cuman itu yang setidaknya kami lakukan untuk menyelamatkan lahan kami dari kerusakan karena bos dari pihak mobil passangki3 (mobil pengolah padi menjadi gabah) tidak memperkenankannya untuk mengerjakan sawah kami, ya Tuan Eris itulah namanya dan itu terjadi karena tettaku tidak ingin tunduk pada kebijakan sepihak yang langsung diambil oleh dia karena tettaku dengan tegas melawan kesewenang wenangan itu. Memang yang mengatur pengairan adalah Tuan Eris dan konco konconya namun keluargaku juga membuat sebuah pompa untuk pengairan yang digunakan untuk mengairi sawah kami dan sawah H. Edu’. Makanya itu keluarga kami berdua begitu di benci oleh tuan takur tersebut.
Peristiwa itu awalnya terjadi ketika masa panen dua tahun sebelumnya. Pada saat itu gabah 1 karung dari lahan kami di ambil secara langsung dengan dalih sebagai bayaran dari pengairan pompa nya tapi kami merasa tidak sesuai karena pengairan yang masuk ke ladang kami Cuma terjadi sekali karena tettaku langsung mengambil inisiatif untuk membeli pompa sendiri dengan harapan hal tersebut tidak terulang untuk kedua kalinya dan gayung pun tidak bersambut sekali lagi pada panen selanjutnya gabah sekarung pun di ambil dengan alasan yang sama tapi yah maklulah sebagai orang kecil keluarga kami tidak bisa apa apa selain hanya tetap mempertahankan harga diri dengan tidak lagi berurusan dalam hal apapun dengan dia.
Memang sudah jadi rahasia umum bahwa perangai tuan takur yang biasa di bilang penguasa di kampungku ini menjadi sangat terkenal namun didiamkan aja karena efek rasa takut atau penghambaan kalangan kelas bawah kepada kalangan berada. Hahaha seringkali kutertawa sendiri memikirkan bahwa sistem monopoli usaha dan social malah terjadi di kampungku sendiri tanpa bisa kutentang sama sekali bahkan hal seperti ini sering kuperjuangkan di ibukota sebagai mahasiswa. Sebagai masyarakat yang setidaknya rata rata memiliki rasio tingkat pendidikan yang tinggi namun kritisisme social masih dimiliki oleh segelintir orang saja.
Persoalan ini walaupun pelik namun tidak terlalu diambil pusing karena teringat akan kata kata teman tetta bahwa jika hal tersebut terus dipermasalahkan maka hanya akan menjadi duri dalam daging yaitu menjadi persoalan yang tiada henti hentinya. Bukankah falsafah manusia itu adalah berusaha untuk berkembang dan terus berkembang ke arah yang lebih baik dan sebaiknya isi diri dengan berbagai aktivitas yang bermanfaat. Pesan moral yang saya kira cukup mengubah hidup.